Jumat, 22 April 2016

CERPEN MISTERI & KRIMINOLOGI - THE COLD HEART - PART 1 - IT'S NOT A WARM SNOW

THE COLD HEART
Part 1 – IT’S NOT A WARM SNOW
Itu Bukan Salju yang Hangat

Kamis, 17 Desember 2015, tepat seminggu sebelum keramahan Natal menyapa, udara dingin sinkron mengundang keheningan. Temperatur tepat 10 derajat di atas titik beku, meleset satu angka dari perkiraan TV Nasional, kemarin. Di tengah keremangan lampu trotoar Hobart Street, Sane seorang diri berjaga seperti tiga hari terakhir berkat demonstrasi besar akhir-akhir ini. Maltius, rekannya sedang terkena demam karena tiga hari lalu Robert Maltius membiarkan jaket basahnya membeku di luar dan Tuan Maltius bersikeras memakainya.
Ditambahnya suhu pemanas dalam mobil polisi yang ditumpangi Sane. Dari kacanya, tampak salju di luar turun perlahan-lahan. Situasi tak begitu baik, kericuhan seminggu lalu masih menyisakan bekas balok-balok kayu berlumuran darah kering berserakan. Beberapa sudut jalan temboknya menghitam karena petasan terus meledak selama konflik terjadi. Lapisan salju tipis yang cukup membuat orang tergelincir menghampar sejak badai di pegunungan utara mengamuk. Malam itu benar-benar panjang, tak ada perbincangan dan kehangatan, yang Sane jumpai hanya suara deruan nafas kelelahan. Ia melirik ke arah jam tangan yang melekat di tangan kirinya, terlihat embun tipis di dalam jam murahan itu namun masih jelas menunjukkan pukul 1.15 dini hari.
Mata yang sayu hampir saja terpejam ketika suara langkah kaki yang kesulitan berjalan merobohkan lamunan Sane. Ditengoknya ke belakang. Seorang pria bertubuh ramping dan tinggi dengan pakaian serba hitam tampak lari tergopoh-gopoh ke arahnya. Lalu, ia mengetuk-ngetuk pintu kaca polisi yang berjaga itu.
“Apa gerangan yang bisa kubantu?”
“T…to..to..tolonglah selamatkan aku. S…se..lamatkan…akkuu…lindu..ngi a..aku Tuan.”
“Tenanglah, Sir! Jelaskan apa yang terjadi!”
“T..to..tolong l….lin..dungi aku, m..me..reka tak kan mengampuniku.”
“Masuklah, Tuan!”
Pria asing itu segera masuk dan melepas topinya. Tampak wajah cukup tampan dibalut kaca mata berframe hitam bertengger di hidung mancungnya. Derap jantung yang tak teratur terdengar jelas, peluhnya menetes melewati dahi yang ternyata berdarah.
“Tak usah khawatir Tuan, Anda aman bersamaku.”
“Namaku Jeremy Crowde.” Sapa pria itu mengulurkan tangan. Jelas ia menyembunyikan ketakutan di balik senyum tipisnya.
“Dari Kingsley, Pegunungan Dornwich Utara.”
“Sane Jadewish, panggil saja Sane. Aku lebih menyukainya, Distrik 16 Kepolisian Lorners City.” Uluran jemari Sane menyambut sarung tangan yang membeku dari Jeremy.
“Apa kau kenal bandit-bandit di ujung jalan itu? Ya, kaukan polisi, jadi setidaknya kau tahu mereka.”
“Kau mau? Aku punya beberapa di jok belakang. Ambillah dan tenangkan dirimu!” Sane menyodorkan sebungkus sandwich coklat yang dibelinya tadi sore.
“Terima kasih, tapi apa kau tahu mereka?”
“Ya, boleh dibilang begitu, sering membuat kerusuhan akhir-akhir ini.”
Sane termenung dan kembali memikirkan apa yang telah terjadi, mungkinkah preman-preman itu? Atau lebih rumit dari perkiraannya. Entahlah walaupun puluhan kasus telah berhasil ditanganinya, tapi pengalaman Sane selama setahun belum cukup untuk menaklukkan teka-teki ini. Lalu, apa Jeremy tak tahu telah terjadi kerusuhan besar di sini? Seluruh stasiun TV lokal bahkan internasional berkali-kali menayangkan berita yang menjadi headline mereka. Tapi syukurlah, kegilaaan itu telah mereda sekarang. Ada benarnya mengurusi tak baik ikut campur urusan orang lain. Jadi, Sane tak perlu menanyakan pertanyaan konyol semacam itu pada orang yang baru dikenalnya tak lebih dari lima belas menit lalu.
Samar-samar terdengar Jeremy menikmati sandwich coklat. Salju turun lebih lebat di luar, tapi hal itu tak membuyarkan lamunan seorang polisi muda.
Beberapa orang yang tak begitu menonjol atau justru terabaikan terbunuh. Kasus itu terlihat mudah, banyak saksi ada di sini jadi apa yang harus diragukan? Tapi kasus mudah tak selamanya akan kelihatan mudah. Seorang yang ditemuinya kemarin mungkin bisa memberikan hasil di kantor polisi. Sane hanya perlu menunggu.
“Mr. Sane!” Lamunan Sane buyar.
“ Oh..emm iya. Apa bandit itu datang?” Sane berusaha menyembunyikan kekagetannya.
“Apa aku berhak mengutarakan suatu hal pada Anda?”
“Ceritakan saja! Apa ini soal bandit-bandit yang tak mengampunimu itu? Mungkin dia akan membunuhmu juga.” Suara Sane terdengar bergurau.
“Baiklah, itu sangat menghiburku! Kalau boleh, aku akan menceritakan kisah pribadi yang janggal dan masih membuatku tercegang. Tolong dengarkanlah dengan seksama. Tadi pagi aku mengunjungi Pamanku di Dornwich, sudah lama rasanya aku tak kembali ke sana. Aku turun di stasiun terdekat, sekitar 3 mil dari Kingsley. Semua orang tahu salju baru saja mengamuk, tapi pagi itu menjadi hari yang cerah.”
“Pasti menyenangkan ya?”
“Yah tidak juga, ada saat-saat tertentu kau harus melakukan hal yang hambar untuk memenuhi jadwal.”
“Begitulah, manusia pernah mengalaminya.”
“Tentu. Biarkan aku meneruskan ceritaku dahulu.  Lalu aku berjalan menulusuri jalan beraspal licin sekitar setengah mil. Kemudian, sampailah di jalan setapak menuju pertambangan. Yeah kudengar kira-kira seminggu sebelum salju datang mereka telah libur dan jalan menjadi terisolasi, biasanya mereka membersihkan salju itu ketika akhir musim dingin datang. Beberapa menit kemudian, sampailah aku pada bangunan bekas Pasar Tradisional Kingsley yang terbengkalai dan oh astaga!!!! Apa kau percaya dengan yang kulihat?”
“Kurasa kau benar, mana mungkin aku akan percaya pada orang yang tiba-tiba meminta bantuanku dan belum menceritakan apa yang dia lihat.”
“Ya..ya baiklah aku kaget juga saat melihatnya. Sebuah tubuh yang mungkin saja sekarat melayang dari lantai keempat bangunan itu. Buk!!! Begitulah suara yang kudengar, tubuhku langsung bergetar hebat, keringat dingin keluar, jari jemariku tak mampu lagi untuk mencengkram. Aku hanya berdiam seolah-olah roh hitam merasukiku, kira-kira 15 meter dari tubuh yang tersungkur itu. Wajahnya tampak terbenam ke salju dengan tangan diikat ke balakang dan leher berkalung tambang besar serta darah segar keluar dari kepalanya, membasuh salju putih di bawahnya. Sungguh itu membuatku ketakutan hingga sekarang. Tak tahu mengapa ketika aku melihat ke atap, sekilas aku melihat seseorang dengan pakaian hitam berlari seolah menghindari kedatangan orang bernyawa yang melihat kejadian itu. Tapi anehnya setelah kupikir-pikir dia tidak mengejarku atau pun membunuhku. Ah.. mungkin itu hanya ilusiku saja jadi aku pergi ke rumah pamanku sejenak dan menceritakan hal itu, tapi ia tak percaya karena setelah aku membawanya ke sana, salju itu benar-benar bersih. Tidak ada tanda-tanda kedatangan orang ataupun kematian seperti bekas darah. Jadi cepat kusimpulkan itu hanya ilusiku saja. Siangnya, aku langsung pergi ke sini untuk mengunjungi temanku yang baru saja pulang dari penugasannya di Afganistan. Tapi di kereta, aku bertemu sesosok pria tua yang tampak kumal seperti pengemis, dia pun memulai perbincangan yang hangat denganku. Dari perbincangan yang kurang dari setengah jam itu dia menceritakan tentang mayat-mayat yang dibunuh di Pasar Kingsley. Dulunya ia merupakan seorang polisi yang ditugaskan di Kingsley, namun dia meninggalkan pekerjaannya karena tak ada yang bisa menaklukkan kudeta di dalam kudeta. Aku masih ragu dengan hal itu. Pria itu pun turun ketika transit di Varshity.”
“Baiklah, kedengarannya menarik. Tapi sayang, polisi tak mampu mengusutnya jika itu sebuah halusinasi.”
“Yeah, kupikir awalnya memang begitu. Tap…tapii…kau seorang polisi bukan? Mengapa kau tak peduli dengan hal bajingan semacam itu, bukan hanya dia, bahkan banyak orang mati tak tau penyebabnya, termasuk orang tuaku. Apa hanya karena Kepolisian di pimpin oleh bajingan sampah? Apa gunanya negeri  ini dibangun dengan susah payah?” Suasana berubah begitu cepat. Muka Jeremy merah padam, matanya menyolot-nyolot.
“Tenanglah Mr. Crowde, sebagian manusia memang pernah mengalaminya, tapi waktu akan terus menutupi kejadian di masa lampau, itulah kelemahan kebanyakan orang dalam mengusut sebuah kasus.”
“Aku berharap dapat membantumu jika saja ada bukti yang ditinggalkan pelaku. Tapi seperti yang kau katakan, salju itu bersih bahkan tak ada jejak orang yang memijakkan kakinya di sana.”
“Kebanyakan orang hanya bisa menunggu keajaiban datang ketika bencana datang sesingkat itu.”
Jeremy menunduk, menyandarkan kepalanya pada bangku depan mobil, tangannya yang masih berlapis sarung mengepal. Sane hanya terdiam, ditengoknya kembali jam di tangan kirinya. Pukul 02.30 dini hari, kantung mata Sane membesar. Terlihat dari kaca mobilnya salju masih turun walau perlahan.
“Orang tuaku dibunuh saat mereka bersamaku, tepat di hadapanku.” Jeremy membuka keheningan. Matanya yang membengkak mendongak.
“Itu sungguh mengerikan, aku turut prihatin. Mungkin jika aku jadi kau, aku tak mungkin sampai di sini.”
“Ini hampir pagi Mr. Crowde, lebih baik Anda pergi tidur.”
“Kurasa juga begitu, mungkin itu akan membuatku tenang.”
.
.
Pagi harinya salju mereda. Tapi tetap saja tak ada seorangpun yang mau lewat tempat mengerikan itu. Mereka telah bersembunyi di tempat yang lebih aman. Tentunya untuk melindungi orang-orang yang dicintai.  Suara ponsel Sane berdering hingga membangunkannya.
“Sane.. kau lihat kabar baik hari ini. Wow!! Itu sangat mengesankan mate!”
“Hoaaammm….apa yang kau katakan. Aku masih mengantuk…nanti saja ya, ini masih… Oh, astaga pukul 08.00!”
“Dasar pemalas! Bangunlah! Ada kabar gembira li…”
“Oh, di mana Jeremy? Dia pergi? Tunggu..tunggu…tunggu..”
“Hei apa yang kau lakukan? Dan Siapa itu Jeremy? Aku bertaruh dia bukan perempuan.”
“Ya…yaa aku tak ingin bertaruh sekarang. Hahaaha dasar…dia meninggalkan surat untukku.”
“Jadi dia benar-benar perempuan? Nama macam apa itu?”
“Kau percaya? Dia menghampiriku dan menginap di mobilku semalaman tapi paginya sudah menghilang. Baiklah, -terima kasih atas keramahan Anda Mr. Sane, maaf atas ketidaksopananku pada Anda. Dan untuk sandwichnya, ijinkan aku untuk mentraktir Anda jika kita bertemu- tertanda, Jeremy.”
“Apa kau gila?? Dia sungguhan perempuan?”
“Hahaha kau pikir aku sudah tak normal? Jeremy Crowde dari Kingsley, Dornwich Utara, bila kutebak, umurnya tak jauh dari 27.”
“Ahh..kukira benar-benar perempuan. Baiklah aku tidak tertarik, coba buka emailmu. Letnan James bilang telah mengirimkan filenya padamu. Dia sangat berterima kasih karena orang yang kau bawa itu berguna.”
“Wow!!! Benarkah?” Sane berusaha meraih laptopnya di jok belakang dan segera membuka file yang Robert katakan.
“Ngomong-ngomong ada hal menarik dari penyelidikan kemarin, Letnan James menemukan bahwa dia adalah bandar narkoba internasional dan berada di balik kerusuhan besar di Varrond 3 tahun lalu.”
“Oh benarkah! Itu sungguh menarik. Ah… mengapa aku gugup seperti ini, tak biasanya.”
“Cepatlah Sane, kau terlalu banyak berbasa-basi.”
“Hahaha menurutmu begitu? Baiklah ini dia. Oh GODD…apa James tidak salah mengirim e-mailnya?”
Sejenak hati Sane bergetar, keringat dingin mengalir. Sane berusaha menelan ludahnya. Sementara Maltius yang berada di seberang terdengar heran dengan keanehan rekannya.
“Ya! Aku yakin itu benar, aku sudah mengeceknya tak lebih dari satu jam lalu.”
“Aku benar-benar tak percaya.”
 “Apa kau bercanda?”
“Tidak! Bukan itu maksudku. Orang yang ku temui semalam…d..di..diaa persis dengan sketsa itu. Jeremy Crowde, Dornwich Utara. Aku masih mengingatnya.” Sane berusaha meraih tas di jok belakang dan memasukkan beberapa barang.
“Sane, bangunlah! Jangan mengigau!”
“Tidak, sungguh aku berani bersumpah demi apapun, dia yang semalaman menginap di sini adalah dia. Sudah kuduga kasus ini akan mudah tapi mematikan. Baiklah kurasa aku tau di mana dia sekarang. Aku harus pergi, telponlah kepolisian dan ambil mobilnya di Hobart Street no. 16 depan toko yang kacanya rusak. Sampai nanti.” Maltius masih heran dengan kawannya, tapi apa yang dikatakan Sane ada benarnya.
Sane segera berlari menyusuri Hobart street menuju stasiun Lorners di jalan utama sambil sesekali berusaha menjaga keseimbangan agar tidak tergelincir. Ia melupakan sarung tangan dan topinya, tampaklah kedua jemarinya mulai memerah. Pagi itu matahari tidak bersinar seperti kemarin, hanya angin berhembus menggelitik telinganya. Sane hanya berfikir untuk segera sampai disana dan pergi ke Dornwich untuk menangkap bajingan itu.
Sesampainya di Lorners Station, keadaan tampak begitu sepi, hanya beberapa orang berlalu lalang untuk pergi ke loket atau sekedar menuju ke arah toilet, sebagian dari yang tak besar itu duduk menunggu kedatangan kereta dari Varshity. Tampak di monitor Lorners-Varrond gerbang 4 selanjutnya Lorners-Arborsaint gerbang 2 . Sane tak begitu memperhatikan keadaan itu, dirinya hanya terfokus pada monitor yang menampakkan Lorners-Kingsley gerbang 2 pukul 08:30 sekitar 15 menit dari sekarang. Buru-buru langkahnya terdengar menuju loket 2 yang terletak di sebelah pintu menuju toilet laki-laki. Perasaannya sangat kacau pagi ini, keberhasilannya mengungkap tersangka pun tak mampu menutupi kebimbangan akan kasus yang dihadapinya. Kejadian itu terasa aneh dan berlalu begitu saja tanpa memerlukan pemikiran mendalam.
“Tolong satu tiket ke Kingsley.” Ujarnya ke petugas loket yang ditaksirnya berumur sekitar 25 tahunan dan tertera nama pada jas yang dipakai pegawai itu.
“Apa Anda merasa nyaman berpakaian seperti itu saat kerja?”
“Mungkin Anda harus mencobanya Tuan, seperti keadaan Anda sekarang. Selamat menikmati perjalanan semoga selamat sampai tujuan.” Kolovas menyodorkan tiket pada Sane. Ia hanya membalas dengan senyum tipis.
Tas di punggung Sane terasa sedikit berat, bahunya menggeretak. Mungkin ia hanya perlu duduk dan memakan sandwich yang tersisa di dalam tasnya. Kemudian, ia pun mencari bangku kosong agak jauh dari sekumpulan anak-anak muda yang sedang bergurau.
Waktu terasa lama, setelah ia berhasil menghabiskan 2 bungkus sandwich dan hampir seperempat botol air mineral yang dibawanya. 8 menit…7 menit…6 menit..5 menit..30 detik…. Sane hanya menatap jam di seberang monitor kedatangan kereta itu pekat-pekat.
Lorners-Dornwich gerbang 2 08:30-9:45
“Kereta Lorners-Kingsley akan segera tiba. Silakan penumpang menuju gerbang 2 dan persiapkan tiket Anda untuk dicek oleh petugas. Terima kasih. Semoga perjalanan Anda menyenangkan.”
Wajah Sane sedikit lega setelah ia duduk di bangku kereta di mana kacanya terasa membeku ketika tangan telanjang Sane menyentuhnya. Sedari tadi, ponselnya masih saja bergetar tapi Sane mengacuhkannya. “Kalian tak perlu mengkhawatirkanku, kupastikan aku akan kembali dengan nyawaku.” Gumamnya dalam hati.
Setengah jam berlalu, seorang wanita muda duduk di hadapan Sane setelah transit di Stasiun Jersey. Parasnya nyaman dipandang, rambut hitam terurai dan mata legamnya mengkilat. Tatapannya mengisyaratkan bahwa ia memiliki karisma yang tinggi.
“Permisi bolehkah aku bertanya?”
“Tentu saja, Nona.”
“Apa Anda tahu dimana alamat ini?”
-Hobart Street distrik 20 Kingsley Utara-
“Apa Anda yakin ini alamat yang benar?”
“Sebenarnya tak terlalu, aku sudah mencoba beberapa kali bertanya pada orang-orang, dan mengeceknya melalui ponselku, tapi nihil.”
“Yah begitu juga menurutku.”
“Ya Tuhan…jadi dia benar-benar menipuku, maafkan aku Tuan telah menyusahkan Anda.”
“Sebentar, setidaknya aku pernah mendengarnya sekali, tapi aku tak terlalu yakin. Hobart Street Kingsley…..tunggu Nona biar aku carikan.” Dibukanya tas yang sedari tadi memberatkan punggung Sane, dan laptop yang berada di dalamnya.
“Seminggu ini aku sempat diteror beberapa kali dan diminta untuk datang ke Hobart Street Kingsley, tapi yang kutahu hanya Hobart Street di Lorners.”
“Yeah tempat tragedi berdarah seminggu lalu. Semua orang tahu itu. Nah..ini dia. Catatan kriminal milik Fransisco Rain, salah satu tersangka kerusuhan di Varrond yang mengalami gangguan jiwa. Setelah dilakukan penyelidikan kedua, sekitar dua bulan lalu, ia mengaku bahwa tinggal di Hobart Street Kingsley. Jadi kurasa orang itu gila seperti Rain ini.”
“Oh..apakah Anda seorang polisi? Terima kasih atas informasinya, kupikir itu benar-benar berita penting.”
“Ya, Sane Jadewish dari Lorners, tapi aku masih baru. Tenanglah nona, lebih baik Anda pulang. Kebetulan aku akan pergi ke Kingsley. Kupikir aku bisa membantu Anda menemukan alamat itu. Simpan saja kartu namaku.”
“Aku sungguh berterima kasih. Baiklah aku akan berhenti di sini. Semoga harimu menyenangkan.”
“Jangan berlebihan.” Sama seperti sebelumnya, Sane hanya tersenyum tipis membalas sanjungan berlebihan dari wanita itu.
Selanjutnya, kereta transit di beberapa stasiun kecil dan tentu saja Kingsley sebelum stasiun utama Dornwich.
Sesampainya di Kingsley, Sane mencoba menghubungi Maltius. Tapi telfonnya tak diangkat. Dia memutuskan untuk meninggalkan pesan suara
“Aku sudah sampai di Kingsley dengan selamat, jangan khawatirkan apapun tentangku. Kupastikan aku akan kembali dengan nyawa utuh. Selidiki saja CCTV di Hobart Street.”
Sane menghela nafas, pikirannya masih teringat pada pertemuan dengan pembunuh semalam, Hobart Street Kingley apa maksudnya? Apa dia ingin main-main denganku?”
Pikiran yang tak waras selalu ingin menjadi pemberontak, Sane mencoba untuk meredakannya. Dia mulai melangkah melalui jalan yang diceritakan Jeremy Crowde. Jalan beraspal yang licin sekitar setengah mil, lalu jalan setapak menuju Pasar Kingsley yang terbengkalai. Dan benar saja, jalan itu benar-benar ada seperti yang diceritakan Crowde.
Tepat ketika ia sampai di Pasar Kingsley, sebuah tubuh melayang tepat seperti yang Jeremy katakan. Leher dililit tambang besar, tangan terikat ke belakang dan wajah tersungkur ke salju yang putih hingga darah keluar dari kepalanya. Sane hanya terdiam dan terpaku, itulah kejadian mengerikan pertama yang dilihatnya selama menjadi polisi. Deru nafasnya memberat, tangannya yang merah bergetar. Rasanya ia tak sanggup untuk berdiri lebih lama. Segera saja Sane hilangkan perasaan yang justru membuatnya semakin ketakutan. Ia berusaha melawan ketakutan yang menjamah batinnya dan mendekati mayat itu. Segera langkahnya menuju tubuh yang tersungkur itu dan mengambil beberapa foto untuk barang bukti.
Dan…..astaga! Dia benar-benar Jeremy Crowde. Tersangka yang dicarinya telah mati dengan kisahnya sendiri.

Ega Agustina Cahyani






Selasa, 22 April 2014

FF 200% AKMU


Author: lee jae ha
Title     : 200%
Cast     :-main cast : 1. Lee Soo Hyun
                                 2. kim jeo so
             - support cast : 1. Lee Chan Hyuk
                                      2. Lee soo APPA
Genre : Romance,
Rating : T
Length: twoshoot
-other: jalan ceritanya seperti MV na AKMU yang 200% tapi ada beberapa juga yang berbeda jadi kalau mau lebih greget(?) bacanya sambil liat atau dengerin AKMU – 200% ne,! ^_^
Warning : EYD gak beraturan , bikin ngantuk, ANEh , bahasanya gak jelas dan berubah ubah sesuai mood, kosa kata aneh,dan banyak lagi kekuranganya kalo di sebutin mungkin besok gak bakalan kelar

>HAPPY READING<    Part 1

Ini dia yang ku tunggu bel pulang sekolah ,ku langkahkan pelan kakiku menuju tempat biasa aku bertemu dengannya “halte bus” aku melihatnya lagi tidak jauh dari tempatku sekarang mungkin hanya 1 meter jaraknya, kutolehkan kepalaku dan menatapnya  kyyyaaaa dia sangat tampan , mungkin karna merasa ada yang memandanginya dia balik menoleh ku yaaa aku malu sekali langsung saja aku buang muka kearah lain setelah memastikan dia tidak menatapku kulangkahkan satu persatu kaki ku arahnya mungkin karna tersadar akan keberada’an ku dia menoleh kearahku kyaaa kami saling mentap tak terlalu lama karna sebuah bunyi
Ttitnnnntiiinnn
Menggangu , tapi tak apa yang penting aku sudah bisa dekat dengan dia aaaaa mungkin sekarang wajahku sudah semerah tomat. Setelah dia masuk ke dalam bus  kulangkah juga kakiku ke dalam bus dan ternyata bus nya kosong jadi hanya ada aku dan dia wahhh romantiskan tapi tidak,! dia mengenalku saja tidak dia juga tak pernah menyapaku padahal sudah satu minggu aku menaiki bus ini demi lebih mengenal dia tapi malah di cuekin, setelah itu aku memilih tempat duduk yang bersebrangan dengan dia kutoleh dia ternyata dia sedang membaca buku entah kenapa tapi dia benar-benar terlihat sangat keren ahhh kurasa hari ini benar-benar tiada lelahnya aku tersenyum, kusembunyikan wajahku di punggung kursi depanku dan melihatnya huh tidak salah aku jatuh cinta padanya di benar-benar tampan ,oh ya aku lupa memperkenalkan namaku huh karna keasyikan memandangi wajahnya munkin heheehe kenalkan aku lee soo hyun kelas 11 di Ygreat high School dan dia namja yang aku pandangi sejak tadi adalah kim jeo so seorang siswa kelas 11 dari Smart high school kenapa aku mengenalnya karna ternyata dia adalah tetangga baruku dia tinggal tepat didepan rumahku dan soal kenapa kita bisa satu halte meski sekolah yang berbeda karna letak sekolahku dengan dia memang hanya berbatas satu gedung saja dan juga kalau kalian bertanya kenapa hanya aku dan dia yang menaikin bus ini jawabanya adalah siswa dan siswi dari kedua sekolah itu terlalu gengsi untuk menaiki sarana umum secara kedua sekolah itu  adalah sekolah- sekolah yang elit dan ya mungkin hanya aku juga dia yang mau menaiki bus ini sebenarnya sebelum dia pindah dan sekolah didaerah sini aku juga gak akan mau disuruh untuk naik bus mending aku diantar jemput sama appaku tapi sejak dia ada gak ada lagi gengsi karna hanya dengan cara ini aku bisa melihat dia
Ckitttttttttttttt
Ahh kurasa sudah waktunya turun ku ikuti langkahnya dan berjalan dibelakangnya huh benar-benar mirip stalker aku ini, dia berjalan di depanku tersadar aku membawa hand phone kubuka aplikasi foto dan mempotretnya dari belakang karna terlalu asyik menfotonya tak kusadari dia menoleh ke belakang kya karna salah tingkah aku langsung menghadapkan kamera kearahku sendiri dan pura – pura bergaya seakan aku berselca sendiri , kurasa dia akan mengganggapku aneh , setelah dia itu dia acuh melanjutkan perjalanannya dan tentu saja tetap aku mengarahkan hand phone ku kearahnya dan menfotonya diam – diam setelah merasa telah banyak foto yang kuabadikan dan tak terasa dia telah  memasuki gerbang rumahnya dan berarti aku juga harus pulang kerumahku sendirikan huuuuh hari yang menyenangkan semoga besok akan menjai hari yang lebih menyengkan lagi , setelah menutup pagar tanpa sadar aku bertriak “sampai jumpa besok jeo so-ah” hump langsung ku bungkam mulutku dan berlari ke dalam rumah huhh dasar mulut se’enaknya sendiri
<Esoknya
Huammmm jam berapa ini ,? Kyaaaaaa jam 7 aku telat , oh tidak aku gak mau berhadapan sama tim Ketertiban yang terkenal kiler itu aku harus segera bersih-bersih diri nih
>Skip<
Ku langahkan cepat kaki ini menuruni tangga rumahku menuju dapur “pagi i soo”  tak kuhiraukan sapa’an dari oppaku langsung saja aku mengambil roti dan pergi menggaet tangan appaku yang sedang membaca koran di ruang tamu, mengambil kunci mobil di mejanya ,berjalan cepat dengan appaku yang kutarik menuju mobil dan memberi kode untuk cepat naik ke mobil pada appaku yang sepertinya bingung dengan sikapku , hufff ku hembuskan nafasku dan
“appa ini sudah jam 7 nanti aku telat appa, ayo cepat berangkat,!” rengekku huh aku benar-benar sudah putus asa kurasa aku akan benar-benar telat
“ya,,! I soo,!” teriak oppaku di depan pintu
“ya bisakah kau cepat naik oppa aku akan telat hari ini,!” teriakku sebal
“huahahhhahahahahaha” tawanya menggelegar
“Ya,! Oppa babo kenapa kau malah ketawa,!” teriakku kesal
“ya aku tidak babo kau tau,!” wajahnya yang ceria berubah cemberut
“lalu kenapa masih disitu cepatlah ,!” kataku kurasa appaku hanya memandangi perkelahian kami dengan geleng-geleng kepala
“tidak,!” ketusnya
“ya sudah kalau kau tak mau naik ,!ayo appa kita duluan saja biar chan oppa naik bus saja,” ucapku seraya menarik lengan appaku masuk kedalam mobil tapi anehnya appaku juga tidak mau masuk kedalam mobil, sebenarnya apakah mereka benar-benar ingin aku dihukum karna telat
“appa ayo appa ,! Apa appa mau anak appa yang cantik ini di hukum sama songsaenim,!”
“tidaklah i soo, tapi apa kamu yakin mau berangkat sekarang,?” tanya apaku dengan lembut , sesaat aku tatap oppaku yang tengah menahan tertawa
“appa sepertinya i soo mau menemani tukang kebun bersih-bersih halaman,” ucap oppaku
“ya oppa apa maksudmu,,” belum sempat aku meneruskan kalimatku appaku memotong
“ini masih jam 6 i soo, dari mana kamu tau ini jam 7,?” uavap ayahku
“hah jam 6 tapi,,,tapi,,,tadi di kamarku,” ucapku dengan kaget
“hwuahahahahhha i soo sana,sana pergi sekolah,” ucap oppaku masih dengan tawanya
Ku tatap sinis oppaku dan
“awwwwwwwwwawwwwwww” ku injak kakinya
“ini pasti ulah oppa kan huh ngaku, ngubah-ngubah jam weker sembarangan,” teriakku masih dengan kakiku yang menindas kaki oppaku
“iyaaa,iyaaa i soo lepas gak oppa ulangin lagi deh” huh ku lepaskan telinga oppaku
 Masih dengan perasaan kesal
>skip<
At school
Kulangkahkan kakiku keluar dari mobil appaku
“appa seperti biasa nanti pulang aku akan naik bus,ne,” ucapku pada ayahku lewat jendela kemudi
“ne, hati-hati ne ,”ucap appaku
“ne appa pay pay,” balasku
‘Huh semoga hari ini akan menjadi hari yang baik,’  doaku dalam hati
 Semua mata pelajaran telah aku lewati dengan baik dan ini adalah pelajaran yang terakhir, hummm kenapasih pelajaran yang terakhir selalu berjalan lebih lamban dibanding yang lain apalagi dengan pelajaran sejarah dan dengan guru yang mengoceh tentang sejarah yang kelam tentang peperangan ,huhh i hate it
.
TBC

See you in the next part >.< , and thank’s for read my fanfiction , and don’t forget to comment ne,! Jeongmal gomawoyeo,! ^.^

Senin, 14 April 2014

FF MY Hope My story (Hunhi) Sehun Lee Hi




Titlle : My Hope & My Story chapter (1)
Author : monkey abal2
Cast : - lee hayi
           - oh sehun
           -And other cast
Genre : angs, romance, GEJE, ANEH,abal-abal
Rate : G (galon)#ngawurrrr tentuin sendiri
Length : chapter’s
Summary : “.lee hayi anak pasangan ilmuan yang meninggal karna penelitian membuat lee hayi benci akan harapan dan cita-citanya sebagai ilmuan terkenal,dan di buang di panti asuhan tanpa sepeserpun harta dari sang orangtua , menjalani hidup baru bersama keluaga lee , adalh keluarga yang mengaodobsi hayi ,dan hayi harus kembali terpuruk sa’at keluarga barunya harus meninggal karna sebuah kecelakaan mobil , dan roda kehidupan lee hayi masih berputar,”  # summary anehhh

WARNING: ANEh , bahasanya gak jelas dan berubah ubah sesuai mood, kosa kata aneh, tidak sesuai EYD dan banyak lagi kekuranganya kalo di sebutin mungkin besok gak bakalan kelar dan lagi sehun belum nampak disini
“ ALL POV IS LEE HAYI “ kayak,na di chapter ini masih flashback semua kok
-
-
Aku berlari sekuat tenaga menerjang angin dingin yang menusuk kulitku , meski airmata mengalir terus bagai sungai yang tiada henti membasahi pipi  ini , tapi aku telah lelah untuk membendung itu semua , aku masih berlari tanpa arah , bimbang dan resah menjadi satu dalam hati , sedih ,lelah, marah dan kecewa menjadi satu dalam otakku , dan sa’at ini aku mulai berfikir untuk mengubur semua harapan dan semua cita-citaku ,egoku telah mengalahkan semuanya. Kehidupanku berjalan baik sebelum masalah itu datang , masalah yang membuat keluargaku hancur ,masalh yang membuat aku tak percaya lagi pada dunia ni, dan masalh yang membuatku benci akan harapan yang cita-cita yang pernah aku inginkan dan dambakan. Harapan dan cita-cita itu adalah ilmuan terkenal yah benar ilmuan terkenal , seorang yang bergelut dengan berbagai macam jenis tabung reaksi dan zat-zat kimia yang menarik perhatianku , dan sekarang aku benci. Orang tuaku adalah ilmuan terkenal sa’at aku berumur 12 thn mereka berdua bekerjasama untuk membuat sebuah zat yang dapat membuat pertumbuhan tumbuhan lebih cepat, dan naasnya kedua orang tuaku meninggal karna zat kimia yang mereka buat ternyata merupakan racun yang dapat membuat mahluk hidup mati dalam 1 kali menghirup zat itu. Mulai sa’at itu duniaku berubah aku benci zat kimia dan aku dititipkan di panti asuhan ,semua harta warisan yang ditinggalkan oleh orang tuaku telah habis mereka semua telah menggamblnya , mereka keluarga yang bejat dan sa’at itu juga aku tak akan pernah lagi menganggap mereka keluargaku lagi, penderitaanku belum berakhir 2 thn setelah itu seorang perempuan  datang ke panti tempat aku di titipkan dia mendekatiku bersama seorang pengurus panti dan berkata “anyyeong hayi ini ny.lee mulai sekarang kamu akan diadobsi oleh ny.lee ,ne ,!” ucap perempuan pengurus panti yang ku ketahui bernama chaerin “ ne sekarang aku akan menjadi ummamu hayi,!”ucap ny.lee  penuh tulus disitu aku mulai membka hati untuk mulai percaya lagi pada dunia. Setelah beberapa diadobsi oleh ny.lee aku yang dulunya pendiam mulai membuka suaraku meski bibir ini terasa sakit ya memang setelah kejadian 2 thn lalu aku anak yang periang berubah mrnjadi anak yang hanya bisa diam dan mengamati semua perbuatan orang-orang padaku tanpa membalasnya karna aku sudah terlalu lelah untuk itu. Tapi hanya dalam hitunga hari senyum yang ada kembali hilang sa’at aku mendengar brita bahwa orangtua angkatku telah meninggal dalm sebuah insiden kecelakaan ,diam dan mengurung diri di kamar yang hanya bisa ku lakukan setelah pulang dari pemakaman orangtua angkatku.
(tokkkkktokkkkktokkkkk)
Ku tatap pintu itu dan membukanya
(cleek)
Kutatap seorang laki-laki tua yang mengenakan topi dan membawa sebuah berkas dalam genggamanya
“annyeong  hayi-ssi , saya pengacara keluarga lee ada sesuatu yang harus saya bicarakan pada kamu” ucapnya
“ne., silahan masuk” ucapku dingin
“silahan duduk,!” lanjutku
“ne, langsung saja saya akan memberitahu kamu bahwa sebelum ny dan tuan lee meninggal dalam keceakaan itu mereka membuat sebuah surat yang isinya pertama seluruh kekayan keluarga lee jatuh ketangan anda termasuk perusahaan lee corp. Tapi mengetahui anda masih berumur 14 tahun maka sayalah yang akan mengganti posisi anda sampai anda sudah siap untuk memimpin perusahaan itu yang kedua minggu depan anda mulai sekolah di Ygreat senior high school dan duduk di kelas  1...”
“Kenapa ,? Bukanya aku masih 14” selaku masih meggunakan nada dingin
“karna setelah kamu  mengikuti tes minggu kemarin , hasilnya sangat mengejutkan  kepala sekolah Smart junior high school ,,! Dan kamu di pindah kan ke Ygreat senior high school hummm dan yan ke-3.....................
TBC

Penasaran gak , gak ya oooh yaudah makasih udah baca
 Mau lanjut gak , yaudah kalo enggak

Comment ne

Senin, 03 Februari 2014

FF HiLo (Lee Hi and Zelo) False Scandal Behind Our Love Story Chapter 1

하이로
HiLo (LeeHi ZeLo) Fanfiction
False Scandal Behind Our Love Story
Chapter 1
Annyeong Haseyo.... Welcome to my blog ! Mian kalau ceritanya kacau *hehehe* maklum ini FF chapter pertama buatan author. Gak tau kenapa pengen nulis FF buat HiLo, and... mian..kalau ada yang kurang suka sama HiLo. It’s just for fun okay!!!! Happy Reading.. Please Coment and Like no kacang *jebal...*

Cast :
-         Lee HaYi
-         Zelo
Other Cast :
-         Kim Jennie
-         Kang Seung Yoon
-         Nam Tae Hyun
-         Zelo’s Sister a.k.a. Choi Eun Gyung
-         Daesung (Songsaenim)
Author : Park Ryeo Na

“Lee Ha Yi, berhentilah!” teriak seorang namja jauh di ujung koridor. Namja yang tampan dan sedikit angkuh di hadapan Yeoja bernama Lee HaYi. Teman-temannya memanggilnya  Zelo atau  “Love Virus for First Love”. Karena ketampanannya yang memikat setiap yeoja di Young Great Musical School. Hampir setiap yeoja yang ia temui selalu mengejar-ngejarnya terkecuali Lee Ha Yi. Tatapan Zelo yang sedikit dingin sebenarnya telah mampu memanah hati Ha Yi untuk tak menolak menyukai Zelo. Bagi seorang Rookie yang baru saja memulai karirnya. Mempunyai kekasih seperti Zelo akan berdampak buruk bagi masa depan HaYi. Tapi tidak untuk Zelo yang mengejar-ngejarnya untuk membuat penggemarnya sedikit cemburu.
“Hei! Kau Lee HaYi, tidak bisakah kau berhenti untuk berbicara denganku?” Zelo mengikuti Hayi di belakangnya. Tanpa berbicara lagi, Zelo segera menarik tangan Hayi agar berhenti menuruti perintahnya.
“Ya! Apa yang kau lakukan? Tidak bisakah kau melepaskanku untuk sebentar saja? Apa yang kau mau? Bukankah aku telah membantumu?” Teriak Hayi menatap wajah Zelo yang sedikit berbeda karena pipinya mulai memerah dan tersenyum tak jelas.
“Apa yang aku perlu jawab lebih awal? Yang pertama, kedua atau pertanyaanmu yang terakhir?” Ucap Zelo mengeluarkan senyum mautnya.
LEE HAYI POV
Deg...senyum mautnya benar-benar terlihat sempurna. Dan tangannya yang terasa begitu hangat menggenggam tanganku. Bisakah aku sepanjang waktu seperti ini?
Aku mulai mengada-ngada lagi, tapi ini benar-benar romantis. Apakah pipiku memerah? Kenapa aku berubah seperti ini?
Tiba-tiba...“Hei! Apa yang kau lakukan? Jangan sentuh aku dengan tanganmu yang penuh dosa itu!”
Zelo baru saja menyentuh pipiku. Mungkin ia melihat pipiku yang telah memerah karenanya tadi.
“Lalu, kenapa pipimu memerah seperti itu?”
“Apa? Kau tak melihat aku sedang marah?” Aku selalu menjawab seperti itu jika Zelo bertanya. Mungkin ia telah mengetauhui apa yang sebenarnya ingin aku katakan, tapi aku tak sanggup untuk mengatakan itu di hadapannya.
“Aku melihatnya, tapi kenapa hanya kau yang marah dengan pipi memerah?”
“Sudahlah! Apa yang membuatmu mengejarku sampai disini?” Aku berharap ia tak menanyakan lagi persoalan itu. Namja itu seharusnya sudah berada di lapangan basket bersama teman-temannya. Aku kira dia akan memberitahuku hal yang sedikit serius karena ia telah mengejarku dari tadi.
“Aku kira kau tak ingin mengetahuinya. Baiklah! Dara Songsaenim memberitahuku untuk memberikan ini padamu. Katanya kau akan berkolaborasi denganku saat perayaan akhir tahun. Ya..itu kalau kau mau.” Zelo memberikanku sebuah kotak kecil berwarna merah seperti apa yang ia katakan. Tapi aku tak tahu apa isinya.
“Mwo..? Apa itu sebuah lelucon? Kau tahu, ini tidak lucu sama sekali.” Aku harap Zelo berkata tidak. Pikiranku terus melayang kemana-mana membayangkan hal itu terjadi.
“Kau memang tak bisa mempercayaiku, aku tak akan membohongimu Lee Ha Yi.” Zelo tersenyum-senyum dan mulai memegang pipiku lagi dengan tangannya.
“Singkirkan tanganmu! Memang aku ini apa?” Kataku menampar tangan Zelo untuk segera menjauh.
ZELO POV
Hahaha..menggoda HaYi memang sangat menyenangkan. Wajahnya yang baby face membuatku semakin ingin melihat pipinya yang memerah.
“Kau, bukankah kau asistenku Nona Lee HaYi? Kenapa kau tak memintaku untuk melepaskan genggamanku? Apa kau tidak alergi lagi denganku?” Aku mencubit pipinya dan pergi menemui anggota gengku di lapangan basket. Kulihat di belakang. HaYi masih berdiri disana memegangi kotak merah yang kuberikan tadi.
Dari jauh terlihat Jennie Kim dan Nam Tae Hyun tertawa melihatku, atau justru menertawai majalah yang mereka bawa. Aku terlalu bosan berurusan dengan mereka, jadi kuambil jalan pintas melewati ruang teater dan berpura-pura menelfon seseorang agar mereka tak curiga.
AUTHOR POV
Jennie dan TaeHyun segera menemui HaYi di kelas mereka. Disana HaYi masih sibuk bermain-main dengan kotak kecilnya. Melihat kedua temannya datang, Lee HaYi segera menyimpan kotak pemberian Zelo tadi.
“Annyeong! Kau kenapa Lee HaYi?” Tae Hyun membuka pembicaraan dan duduk di sebelah HaYi, diikuti Jennie yang duduk diantara mereka.
“Seperti yang kau tahu, namja pabbo itu selalu membuat masalah denganku?” Kata HaYi menggenggamkan tangannya.
“Lebih baik kau jauhi dia HaYi..” kata Jennie memegang tangan HaYi dan memanjangkan nada bicaranya.
“Wae....tapi dia partnerku. Otthokke?” HaYi memandang wajah kedua sahabatnya. Sedangkan Jennie dan Tae Hyun hanya menggelengkan kepala mereka.
“Baiklah! Aku tak tahu, tapi ada kabar buruk untuk partnermu yang sombong itu!” Nam Tae Hyun mengeluarkan majalah yang mereka bawa dari tadi. “Bacalah! Aku menemukannya di pinggir jalan ketika berangkat sekolah tadi. Kukira itu hasil wawancara Zelo kemarin tentang album solo pertamanya. Tapi setelah kubaca....begitulah!” Ha Yi hanya menetap majalah itu sekilas dan melihat isinya.
“Bacalah! Aku akan keluar menemui Seung Yoon di depan. Jangan kau perlihatkan majalah itu pada Zelo.” Tae Hyun beranjak dari tempat duduknya dan keluar kelas. Disana hanya tinggal Kim Jennie yang sibuk dengan handphonenya  dan Lee HaYi yang tengah berurusan membaca majalah itu.
“Apa yang Tae Hyun katakan tadi? Bukankah ini Zelo’s Daily yang terbit seminggu lalu?” HaYi tak bisa menahan senyum kecil di bibirnya. Jennie yang penasaran langsung merebut majalah itu dari HaYi. Begitupun Jennie yang melepaskan tawanya sekeras mungkin.
LEE HAYI POV
Zelo terlihat tak terlalu buruk di majalah ini. Kesan coolnya tetap terlihat berkarisma dengan pakaian seragam sekolah baru yang akan mereka pakai mulai bulan depan. Tiba-tiba hpku berdering dengan nada khusus yang kupasang untuk seseorang.
“Yeoboseyo!” Aku mengangkatnya dan pergi ke bangku lain agar Jennie tak mendengar apa yang kubicaran.
“HaYi-sshi. Kapan kau akan datang ke rumahku?” Suara diseberang sana terlalu keras, hingga membuat telingaku bengkak.
“Ne, aku akan segera kesana setelah aku pulang nanti.” Balasku dengan sedikit berbisik.
“Baiklah! Itu janjimu. Aku harap kau tepat waktu HaYi-sshi.”
“Clek!” langsung kumatikan hpku, ternyata Jennie memperhatikanku dari tadi. Aku segera menyapanya.
“Nuguya?” Ya..telah kutebak ia akan bertanya padaku. “Em...Nae Oppa.” Mian...aku membohongimu Kim Jennie.
“Uhm...Kenapa dia?” Anak ini memang ingin selalu tau urusan orang lain.
“Teng! Teng! Teng!” untunglah suara bel masuk segera berbunyi. “Mian Jennie-sshi bisakah kau kembali ke tempat dudukmu? Sebentar lagi Daesung songsaenim akan segera datang.
“Ya, aku mengerti. Apa kau bisa datang ke rumahku nanti malam HaYi?” Dengan berpindah ke belakangku, Jennie segera menyembunyikan majalah yang ia baca dari tadi.
“Ne..geurae. Aku pasti datang.” Wajahku sedikit lesu menampakkan senyum yang palsu di balik kepenatan menghantauiku. Tak lama kemudian, Tae Hyun, Seung Yoon, Zelo dan siswa lain berlarian masuk ke kelas. Dengan sigap, Zelo mengambil handphone ku yang lupa aku kembalikan ke tas.
“Ya..kembalikan milikku! Apa yang ingin kau lakukan?” Aku membentaknya dengan suara yang tidak setinggi biasanya, tanganku segera meraih handphoneku yang berada di genggaman Zelo. Ia hanya berusaha menghindarkannya dari tanganku agar aku tak bisa meraihnya. Tanpa kusadari Daesung songsaenim hampir menyentuh bibir pintu depan kelas kami. Tak ada yang bisa kuperbuat lagi untuk merebut hpku.
“Ssst..diamlah! Aku pasti akan mengembalikannya nanti.” Zelo tampak asyik mengacak-ngacak isi hpku dengan tangannya yang tersembunyi di dalam loker. Aku hanya menggeleng-gelengkan kepala dan merapikan tempat dudukku karena Daesung songsaenim telah datang.
AUTHOR POV
Daesung songsaenim segera menyapa siswa-siswanya. Hari ini ia menugaskan mereka untuk mempersiapkan latihan perayaan akhir tahun seperti yang telah diberitahukan Dara songsaengnim. Zelo dan Hayi mendapatkan tugas untuk berkolaborasi membawakan lagu pada drama musikal yang diperankan oleh Kim Jennie dan Nam Tae Hyun
“Baiklah anak-anak! Kalian boleh keluar mencari udara segar untuk latihan, sementara pemeran drama yang telah ditunjuk kemarin, kuharap segera berkumpul di ruang teater.” Daesung songsaenim menyudahi pembicaraan dan pergi meninggalkan kelas. Sontak seisi kelas terdengar gaduh.
Semua siswa segera berhamburan keluar ruangan. Jennie dan Tae Hyun tersenyum kecil pada HaYi. Terlintas pada pikirannya untuk menanyakan apakah benar ini yang akan diberitahukan Tae Hyun pada HaYi.
“HaYi-sshi! Bersenang-senanglah dengan Zelo!” Kata Seung Yoon menepuk bahu HaYi. Semetara, Zelo seakan-akan tak mendengarnya dan tetap sibuk mengotak-atik hp HaYi.
HAYI POV
“Brak!” Meja itu terasa panas mendapatkan pukulanku. Terlihat,  Zelo sedikit panik karena suara yang kubuat berhasil mendapat reaksi darinya. 10 menit aku menunggu, tapi Zelo justru merasa tak berdosa mengabaikan orang lain yang menunggunya.
“Waeyo?” Jawab Zelo lembut dengan sedikit mengerutkan dahinya.
“Apa kau tidak dengar, Daesung songsaenim menyuruh semua siswa untuk latihan?” Ucapku dengan lembut untuk berusaha sedikit menyindirnya.
“Kau ingin latihan denganku? Kenapa kau tidak memberitahuku dari tadi?” Zelo segera menggandeng tanganku dan lebih tepatnya menyeretku untuk mengikuti kemana ia akan pergi.
“Lepaskan! Jangan perlakukan aku seperti anak kecil!” Pintaku untuk melepaskan tangannya.
“Uhm...begitu? Kajja kita sudah kehilangan banyak waktu.” Tanpa menghiraukan yang kukatakan, Zelo justru memegang tanganku lebih erat dengan langkahnya yang semakin cepat. Aku tak dapat berkomentar apapun lagi dan terpaksa mengikuti apa instruksinya.
Hari itu adalah hari paling sial dalam minggu terakhir ini. Dara songsaenim memberiku sebuah lagu berjudul “Way Back in to Love” untuk aku nyanyikan bersama Zelo. Jam pelajaran yang tersisa itu kugunakan untuk latihan bersamanya hingga waktu break mengundangku untuk beristirahat. Aku hanya menghabiskannya dengan menyelesaikan composer laguku sambil bersenandung kecil. Seperti biasa, pasti semua sahabatku telah pergi ke diningroom outhdor untuk menghilangkan rasa lapar mereka. Kini benar-benar tinggal aku sendirian yang ada dalam kelas ini. Sedikit menyenangkan namun juga mengecewakan.
****
Jam sekolah telah usai, jam-jam yang kulalui tadi, tak sedikitpun membuatku bahagia selain menatap wajah tampan Zelo. Aku mulai membereskan barang-barangku dan keluar diantrean paling akhir. Segera, kulangkahkan kakiku menuju pintu gerbang untuk menunggu Jennie yang masih mempunyai sedikit urusan dengan Daesung songsaenim. Tiba-tiba saja...
ZELO POV
“Hei! Apa yang kau lakukan?” HaYi berteriak sekeras klakson mobilku yang telah mengagetkannya. Tentu saja beberapa pasang mata menatapnya dan menatapku dengan heran, seolah kami ini sepasang saudara yang jengkel satu sama lain.
“Bukankah kau akan pergi menemuinya?” Aku masih betah membawa hpnya, setelah kubaca-baca pesannya, barulah aku tahu kalau HaYi akan bertemu dengan orang yang penting untuknya.
“Hah! Kau pasti membaca pesanku. Dasar tidak sopan! Kembalikan milikku! Untuk apa kau memiliki hp jelek seperti itu?” HaYi berusaha mengambil handphone yang masih saja kupegang dari dalam mobil mewahku. Segera saja aku keluar dan menariknya ke dalam mobilku agar ia tak banyak bicara.
“Huh...kau sudah cukup untuk membuatku gila hari ini.” Nafasku terhembus pelan bersama semua penat dalam tubuhku. Kubiarkan HaYi terdiam sejenak duduk disampingku, dan kunyalakan mesin mobilku untuk melaju di jalanan Seoul.
Selama perjalanan, kami masih saja terdiam. Kulirik sedikit ke arahnya “Ehem..” HaYi menoleh ke arahku dan mulai kubuka pembicaraan ini.
“Apa isinya? Kotak itu terlihat istimewa untukmu.” Kataku dengan mata tetap fokus pada kemudiku.
“Molla, kita akan kemana?” Tanya HaYi sedikit lebih dingin. “Eum...bukankah kau akan pergi ke rumahku?” Tanyaku sembari mencairkan kembai suasana. “Ne, eonnimu yang memintaku datang, ia terlalu kesepian sejak pulang ke Seoul. Jadi aku berusaha menghiburnya dari kemarin.” Senyumnya mulai terlihat menyenangkanku. “Apa kau tak takut dengan masalah yang kau perbuat itu?” HaYi terlihat cemas dengan matanya yang menatapku. “Bukannya itu yang kau mau?” Wajahku mulai memanas dan tak bisa menolak untuk tidak tersenyum kecil. Mata HaYi yang bulat serasa masuk menembus retina mataku, walaupun itu hanya sekejap karena aku harus kembali fokus pada lampu merah yang telah siap menghadangku.
“Berhati-hatilah!” Wajah HaYi menolehku dan tersenyum kecil mengisyaratkan sedikit perhatiannya untukku.
Segera kutancapkan gas mobil ini setelah lampu merah berubah menjadi hijau. Hatiku lebih merasa bersalah dari apa yang kuperbuat untuk menyedihkan HaYi hari ini. Tak hanya itu, sebagai dongsaeng, sekalipun eonniku tak pernah memintaku untuk menemaninya agar tak kesepian. Apa karena terlalu sibuknya pekerjaanku? Pertanyaan-pertanyaan bodoh semacam itulah yang mengisi kepalaku selama di perjalanan.
Perlahan tapi pasti kubelokkan mobilku ke sebuah rumah yang lumayan luas halamannya dengan sebuah istana megah bewarna putih dijaga dengan dua pilar besar disamping kanan dan kirinya. Rumah keluargaku, yang bisa dibilang tidak lebih pantas menjadi rumah orang korea.
Sampai di depan pintu rumah, segera kakiku melangkah turun dan membukakan pintu untuk HaYi, sementara kuserahkan kunciku kepada orang yang lebih sopan dibilang pengawal pribadi di rumah kami, noonaku yang cantik dengan rambut hitamnya terurai panjang, baju bermerknya dengan highheelsnya yang menambah kesan fashionable telah berdiri di depan pintu menyambutku dan tentunya HaYi.
HAYI POV
“Annyeong Haseyo Eonni!” Segera kusapa eonni yang sangat baik bagiku dan kupeluknya dengan hangat.
“Masuklah HaYi-sshi, aku terlalu kesepian di rumah. Apa kau dengaan Zelo baik-baik saja?” Tanyanya dengan melepaskan pelukanku dan sedikit melirik Zelo yang berjalan di belakang kami.
Aku hanya terdiam dan sedikit tersenyum, tapi segera saja Zelo menjawab pertanyaan noonanya. “Ne, tentu. Seperti yang noona lihat.” Dengan senyumannya yang sedikit palsu, mudah saja ia menggandeng tanganku. Akupun hanya sedikit tersenyu melihat wajahnya yang semakin memerah. Ternyata, seorang namja bisa saja se-cute itu hanya dengan sedikit senyumnya. Eonni mempersilakakanku untuk duduk di ruang tamunya yang begitu mewah, dengan sofa-sofa berderet rapi dan tangga di samping kanan-kiri ruangan itu menambah kesan elegan. Yang aku tahu, tangga di sebelah kanan akan berujung di kamar Zelo, dan benar saja ia naik ke atas untuk berganti pakaian. “Dasar tuan rumah yang kurang sopan.” Teriakku dalam hati.
“HaYi-sshi, apa teman-temanmu tau soal ini?” Eonni mengeluarkan sebuah majalah yang persis seperti punya Tae Hyun, hanya saja ada sebuah halaman yang telah hilang dari majalah Nam Tae Hyun.
“Ne, sebagian telah mengetahuinya. Tapi kenapa mereka percaya begitu saja eonni?” kali ini pertanyaanku sedikit menyelidik. Disana terlihat foto Zelo dengan remang-remang cahaya di sebuah jalanan di Seoul bersama seorang yeoja.
#ToBeContinue#


Wah...gimana ceritanya? Pasti kacau-balau.....Just fun... Thank You for Reading and...sekali lagi no kacang. Komen chingu!!!! Chapter 2 will coming soon......